Arch Enemy meneruskan gelegar letupan musik metal di kota Jakarta, usai dihantam perhelatan akbar Hammersonic Festival pada 4-5 Mei 2024 lalu.

Kali ini, konser yang dibesut kolaborasi Noxa Fest dan Stayounx Fest tersebut digelar pada 23 Mei, sebagai suguhan penutup dari rangkaian Arch Enemy “Deceivers Asia Tour 2024”. Sebelum ke Indonesia, band melodic death metal asal Swedia tersebut menyambangi Korea Selatan, China, Taiwan, Filipina, Singapura, Malaysia dan Thailand.

Penampilan perdana Alissa bersama Arch Enemy di Indonesia juga lantas menjadi daya tarik utama konser yang digelar di Bali United Studio, Kebon Jeruk, Jakarta Barat tersebut.

Sebagai pemanasan bagi antusiasme penonton, konser Arch Enemy dibuka oleh sederet penampilan band tuan rumah yang cukup memukau. Diawali oleh Ejakula La Vampira, band punk rock epigon The Misfits dari Jakarta. Kemudian Modern Guns, band melodic hardcore dari Depok, unit hardcore asal Bandung, Konfliktion serta Straightout, pasukan melodic death metal dari Jakarta.

Tersisip pula band heavy metal dari Rusia, Amalgama. Usai jeda Magrib, barisan itu lalu dilanjutkan oleh dua monster musik keras Tanah Air, Noxa dan Burgerkill.

Arch Enemy Membakar

Sekitar pukul 20:45 WIB, penonton terlihat semakin padat memenuhi area venue indoor berukuran 30 x 24 meter tersebut, lantaran tibalah saatnya penampilan band yang paling ditunggu. Histeria massal spontan membahana ketika Michael Amott (gitar), Sharlee D’Angelo (bass), Daniel Erlandson (dram), Alissa White-Gluz (vokal) dan Joey Concepcion (gitar) muncul di panggung.

Tanpa basa-basi, Arch Enemy membuka konsernya dengan lagu “Deceiver, Deceiver” dari album baru, “Deceivers” yang dirilis pada 12 Agustus 2022 lalu via Century Media Records. Lagu bertempo cepat ini sukses memprovokasi terciptanya circle pit.

Puas dengan reaksi penonton, Arch Enemy melanjutkan dengan lagu “The World is Yours” dari album “Will to Power” yang sama-sama ganas. Lagu ketiga mundur ke era 2000an awal dengan menggeber “Ravenous” dari album “Wages of Sin”, debut rekamannya Angela Gossow bersama “Swedish Titans” ini.

Wajah para penonton terlihat sumringah karena mendapat suguhan kualitas audio dan visual yang bagus. Jauh lebih baik daripada semua penampilan band pembukanya. Bagi konser musik keras terutama metal ekstrim, venue indoor biasanya menjadi momok atau hal yang lebih menantang bagi soundman di FOH (front of house) untuk menghasilkan kualitas suara yang bagus melalui speaker PA yang mengarah ke penonton. Semakin keras musik semakin besar pantulan suara yang dihasilkan.

Namun untungnya, venue Bali United Studio ini dibekali akustik ruangan yang memadai, karena memang dirancang untuk bisnis pertunjukan yang membutuhkan penataan suara yang seimbang dan nyaman.

Alissa mulai menyapa penonton dengan berbahasa Indonesia, “Hei, apa kabar Indonesia?”. Sejurus kemudian vokalis energik berusia 38 tahun itu langsung mengajak headbanging massal lewat lagu “War Eternal”.

Setelah lampu mendadak gelap, beberapa menit kemudian muncul satu spotlight yang hanya menampilkan Michael Amott bersama gitar Dean Tyrant Bloodstorm signature-nya memainkan intro lagu “House of Mirrors”, sebelum akhirnya mengentak mengiringi lengkingan Alissa yang – wow, keren!

Lagu berikutnya, “My Apocalypse”, Alissa mengajak penonton untuk melompat-lompat mengikuti irama lagu bertempo sedang ini. Setelah sedikit menurunkan tensi, Arch Enemy kembali menggasak lagu yang cukup ngebut, “The Watcher” yang disambut penonton dengan ‘wall of death’ yang brutal, sesuai arahan Alissa sebelumnya. Disusul lagu “The Eagle Flies Alone” yang kembali menurunkan tensi namun mampu mengundang sing along penonton. 

arch enemy
Alissa White-Gluz (Foto: Azhan Miraza)
arch enemy
Michael Amott dan Joey Concepcion (Foto: Azhan Miraza)
arch enemy
Michael Amott dan Alissa White-Gluz (Foto: Azhan Miraza)

Pesona Cadas Jelita Alissa White-Gluz

Sebagai predesesor Angela Gossow, performa Alissa benar-benar memanjakan telinga dan mata. Tidak hanya mengandalkan wajahnya yang cantik, kualitas vokal growl dan scream Alissa tidak pernah kendor alias stabil dari awal hingga akhir pertunjukan.

Bahkan pada saat memainkan lagu “Handshake in Hell” dari album “Deceivers”, terdapat bagian vokal clean yang dinyanyikan tanpa cacat. Dan diperkuat oleh stage act yang lincah dan kadang menggemaskan. Di beberapa kesempatan, perempuan berdarah Kanada ini gemar memutar mikrofon dengan satu tangan dengan piawai, bagaikan memutar stik dram. Dengan kostum ketat yang menampakkan lekuk tubuhnya yang indah, performa Alissa yang luar biasa semakin membuat fans pria susah move on dari memori konser ini.

Sihir Melodic Death Metal

Tidak heran jika lagu dari album “Deceivers” termasuk paling banyak masuk di setlist konser ini. Termasuk “Sunset Over the Empire” yang menggilas speaker PA untuk memprovokasi penonton memecah mosh pit.

Terlihat beberapa penonton bagian depan dekat barikade panggung yang sibuk merekam dengan ponselnya, berkali-kali tertabrak penonton yang melakukan aksi crowd surfing dan slam dancing.

Seperti biasa, setelah lagu yang gas pol, Arch Enemy mengurangi tekanan pedal gasnya. Kali ini lagu “No Gods No Masters” dari album “Khaos Legions”. Tapi berikutnya, Alissa kembali membuka album “War Eternal” lewat lagu “As the Pages Burn” yang lagi-lagi agresif, tapi tetap pakai rem sesuai alurnya. Hal yang membuat komposisi musik tiap lagu Arch Enemy dinamis.

Susunan setlist malam itu memang pas. Seperti lagu “We Will Rise” yang anthemic dan bertempo sedang namun tetap banger. Secara musikal, formula melodic death metal Arch Enemy memang mengandung varian elemen hard rock dan heavy metal yang diolah secara jenius.

Sedangkan secara lirikal bagaikan mantra sihir. Bahan-bahan pokok itulah yang sukses menyihir fans musik keras dalam spektrum yang lebih luas menjadi legiun pemuja Arch Enemy. Salah satu “Big 4” melodic death metal Swedia disamping In Flames, At The Gates dan Dark Tranquility.

Michael Amott dan Tandemnya

Selain Alissa, tentu saja sosok Michael Amott sebagai founder dan mastermind Arch Enemy juga menjadi sorotan di sepanjang pertunjukan. Selain piawai menciptakan riff yang catchy, Michael membius penonton melalui solo-solo gitarnya yang memorable.

Namun tidak sedikit fans yang kecewa dengan hengkangnya Jeff Loomis dan urung menyaksikan penampilannya bersama Arch Enemy. Namun malam itu, sang penggantinya, Joey Concepcion mampu mengobati kekecewaan fans dengan permainan solo gitar yang tidak kalah ciamik.

Tandem baru Michael Amott ini mengingatkan pada gaya Christoper Amott, adik kandung Michael sekaligus mantan tandemnya sebelum Jeff Loomis. Fun fact-nya, Joey juga merupakan personel Armageddon, band melodic death metal bentukan Chris sejak 1997. 

Usai menghilang ke balik panggung, beberapa menit kemudian Arch Enemy menerjang secara berturut-turut dengan “The Enemy Within” dan “Burning Angel” sebagai jalan menuju penghujung konser.

Setelah panggung digelapkan sesaat, giliran spotlight menyoroti Joey sendiri memainkan gitar clean, lalu disusul sorotan berikutnya mengarah ke Michael Amott yang mengisi solo gitarnya. Yang mereka mainkan adalah “Snow Bound”, sebuah lagu balada instrumental bernuansa kalem sebagai jembatan menuju lagu pamungkas konser ini, “Nemesis”! Lagu andalan dari album “Doomsday Machine”.

Mudah ditebak apa yang terjadi di mosh pit selama lagu ini berkumandang. Reign in brutality and chaos! Konser berakhir klimaks walau masih disayangkan soal perpindahan venue, yang seharusnya dihelat di Kota Peruri, Jakarta Selatan. Hal itu tentu merupakan keputusan terbaik karena the show must go on, walau aral melintang. Salute and respect! (Bimo D. Samyayogi/MK03)

Foto utama: Azhan Miraza