Stonehead yang berasal dari Palangka Raya, Kalimantan Tengah berhasil memutus peceklik kreativitas karya rekamannya. Akhinya, sebuah album mini (EP) bertajuk “Takdir” mereka lampiaskan ke skena ‘bawah tanah’, dimana unit keras bentukan 2004 silam tersebut melampiaskan konsep hardcore metal yang dibiarkan organik.  

“Pada saat proses pembuatan album ‘Takdir’, kami sudah tidak memikirkan konsep musik hardcore seperti apa yang mau kami usung,” cetus Stonehead kepada MUSIKERAS, menegaskan.

Proses peracikan EP yang beramunisikan lima lagu tersebut dibiarkan mengalir sesuai keinginan para personelnya. Mungkin secara tidak sadar, kata mereka lagi, konsep musik hardcore yang dimainkan vokalis Iman Siregar, gitaris Muhammad Fazrianur dan Nino Suandi, bassis Dadang Hermawan dan dramer Robby Andhika di EP tersebut terpengaruh dari band-band yang mereka suka.

“Kami tidak mau ambil pusing dengan konsep musik hardcore. Karena kami yakin hardcore bukan hanya sekadar musik.”

Sepultura, Slipknot, Biohazard, Hatebreed, Ultraspank, Rise Of The Northstar hingga Sunami merupakan band-band dunia yang disebut Stonehead sebagai referensi mereka dalam menentukan komposisi dan meracik aransemen lagu di album “Takdir”.

O ya, sebelum “Takdir”, band yang pernah mengibarkan nama Monster of the Stonehead (MOSH) ini sudah pernah merilis dua album rekaman, yaitu “Discipline, Respect and Attitude” pada 2007 serta “Speak to the World” (2017).

Nah, dari dua karya tersebut, Stonehead menegaskan bahwa ada perbedaan mencolok pada bagian lirik, jika dibandingkan dengan kandungan pesan di “Takdir”.

“Pada album pertama lirik musik kami banyak membahas tentang positif, mental, attitude. Pada album kedua lirik musik kami membahas tentang keimanan dan perlawanan terhadap kesewenangan. Sedangkan pada lirik album ‘Takdir’ ini, kami membahas beberapa hal yang sentimental, realistis dan dekat dengan keadaan diri kami.”

“Takdir” tidak hanya tentang menerima ujian, tetapi juga mengenai bagaimana manusia menghadapinya serta menjadi pijakan utama dalam menjalani kehidupan. Menerima dan melepaskan ketidakpastian bukanlah tanda kelemahan, melainkan kebijksanaan yang mengakui keterbatasan manusia dan mengangkat tangan sebagai ekspresi rasa setia.

Proses kreatif penggarapan album “Takdir” sendiri berawal dari ide riff gitar dan pembuatan lirik. Ketika riff gitar sudah jadi, para personelnya lalu masuk studio untuk membuat aransemen musiknya secara lengkap. Setelah itu melakukan pengepasan antara musik dengan lirik yang sudah dibuat. Setelah itu, barulah mereka eksekusi di studio rekaman. Tapi khusus untuk lagu “Home”, riff gitarnya dibuat oleh Ryan Patroz, dramer Outright, band hardcore Bandung.

Lalu karena adanya keterbatasan sumber daya studio rekaman di kota asal Stonehead, mereka akhirnya membagi prosesnya ke beberapa studio rekaman. Tahap awal, mereka merekam isian dram di Hollow Lab Studio, Banjarmasin. Selanjutnya, merekam gitar dan bass di Nolep Records, Palangka Raya. Lalu untuk vokal di G2 Studio, juga di Palangka Raya. Terakhir, pemolesan mixing dan mastering dipercayakan kepala Riduan Miko di Nolep Records II, Pangkalan Bun. Proses kreatif dan rekaman sampai fase final mixing dan mastering kurang lebih menghabiskan waktu selama delapan bulan.

Di lagu yang dijadikan judul album, “Takdir” disebut Stonehead merupakan lagu yang menurut mereka paling menantang. Mereka sepakat harus memberikan sentuhan ekstra di lagu tersebut, baik dari konsep, penulisan lirik dan aransemen.

“Salah satu kendala teknis pada saat proses rekaman lagu ini adalah Nolep Records yang harus berpindah domisili keluar kota, sementara pada saat itu kami masih memerlukan vokal sing along dan isian vokal perempuan di bagian lagu ini. Pada akhirnya vokal sing along dan perempuan diisi oleh kawan-kawan yang ada di kota tersebut.”

Selain lagu “Takdir” dan “Home”, album tersebut juga memuat lagu “Burn In Hell”, “Sabar Itu Mengesalkan” dan “Cinta Tak Harus Memiliki”.

Kini keseluruhan lagu sudah bisa dilantangkan via berbagai platform digital sejak 1 Juli 2024 lalu, via label Sonic Pop Records dan juga diproduksi secara fisik dalam format CD dalam jumlah terbatas, yakni sebanyak 100 keping. (aug/MK02)