Logamulia akhirnya mempertegas tancapan tajinya di peta musik keras Tanah Air. Kuartet cadas asal Jakarta ini, baru saja melesatkan sebuah album penuh bertajuk “Distorsi Narasi” via label demajors.  

Album itu, disesaki sembilan komposisi mendidih yang ditempa dalam kurun waktu yang cukup lama. Selain butuh proses intensif untuk mematangkan musiknya, kesibukan Achmad Hafizullah (vokal), Pratama Putra Rahardjo (gitar/vokal latar), Abdul Aziz Turhan (bass/vokal latar) dan Alejandro Saksakame (dram/vokal latar) serta terjadinya pandemi di awal 2020 turut menyumbang andil mempanjang proses yang dilalui Logamulia untuk merampungkan album perdananya.

Logamulia yang terbentuk pada 22 Januari 2018 ini sendiri mulai menancapkan cakarnya lewat “Musuh Publik”, sebuah lagu rilisan tunggal debut yang diperdengarkan pertama kali pada 2019 lalu. Lagu itu, langsung masuk deretan nominasi penghargaan AMI Awards di tahun yang sama, untuk kategori Karya Produksi Metal/Hardcore Terbaik. Prestasi serupa juga diraih oleh rilisan lepas berikutnya, “Sang Penghasut”, yang masuk kategori Karya Produksi Metal Terbaik di AMI Awards 2020.

Untuk kebutuhan “Distorsi Narasi”, kedua lagu pembuka tadi lantas diberi sentuhan baru di tata suara (mixing), sekaligus sebagai cetak biru bagi musik Logamulia: keras dan agresif, namun juga mudah melekat di telinga tanpa harus menjadi pop.

“Tidak ada yang ‘salah’ dengan mixing-an kedua lagu tersebut. Kami merasa kedua lagu tersebut tetap masih bisa masuk ke dalam kerangka ide ‘Distorsi Narasi’, walau terpaut interval waktu yang cukup jauh, sehingga kami mixing ulang sehingga secara ‘warna’ menjadi seragam dengan lagu-lagu yang lain,” ujar pihak Logamulia kepada MUSIKERAS, menegaskan alasan.

Sebagai band yang terpengaruh nama-nama beragam di ranah metal seperti Lamb of God, Slipknot, Mudvayne, Meshuggah dan Soulfly, para personel Logamulia paham bahwa musik cadas tak semata-mata berteriak menyalak sambil memainkan instrumennya secepat dan sebising mungkin.

“Konsep metal yang coba kami usung berdasar pada latar belakang musikalitas dan pengaruh yang dibawa dari masing-masing personel, yang mana kulminasinya adalah sebuah konsep metal yang menurut kami harus mudah dicerna dan atau dimengerti untuk hampir semua kalangan, namun tetap menyelipkan sedikit kompleksitas baik di bagian musik, aransemen ataupun lirik. Yang jelas, hal pertama yang ingin tersampaikan dalam musik kami adalah kepala yang mengangguk dan badan yang ingin melompat,” beber mereka lagi, meyakinkan.

Berkat jam terbang yang dimiliki para anggota Logamulia secara kolektif, maka tak heran jika “Distorsi Narasi” menjadi karya yang dihasilkan sebuah band yang kuat dan percaya diri. Sebagai vokalis yang pernah memperkuat Purgatory, Achmad Hafizullah (Apit) tahu kapan harus menyalak dan kapan harus bernyanyi sehingga lirik yang ditulisnya bersama Abdul Aziz Turhan alias Comi terartikulasi dengan tegas agar pesannya dapat ditangkap dengan jelas. Entah itu saat menghujat sosok otoriter di lagu “Anti Kritik” maupun saat mencibir para warganet yang sok jagoan di “Hantam Amarah”.

Sementara itu, Pratama Putra Rahardjo (Ayi) sang alumnus band Resistensi dan Straightout, menunjukkan kepiawaiannya dalam menghasilkan riff gitar yang membuat kepala mengangguk-angguk. Seperti di lagu “Bias Cerita Prasangka”, “Kontaminasi”,  “Meritokrasi” dan bahkan “Panglima Hina”. Lalu ada Comi dan Alejandro Saksakame (Ale) sebagai departemen ritme yang solid dan dinamis hasil tempaan bermain bersama selama belasan tahun di Payung Teduh dan Parade Hujan. Sebagaimana dapat disimak di “Seni Manipulasi”.

logamulia

Semua unsur di atas – ditambah bantuan rekan-rekan musisi mereka seperti Denny Nugroho dari Redsix yang menjadi vokalis tamu di “Bias Cerita Prasangka” dan Kharisma alias Karis, personel Deadsquad yang mengisi solo gitar di lagu yang sama – menjadikan “Distorsi Narasi” sebuah album yang berpotensi menempatkan Logamulia sebagai pemain yang patut diperhitungkan di dunia musik Indonesia. 

Kendati demikian, mereka juga mengakui telah menghadapi tantangan teknis saat menggarap rekaman album “Distorsi Narasi”. Khususnya terapan harmoni vokal di lagu “Seni Manipulasi”, “Bias Cerita Prasangka”, “Kontaminasi” dan “Meritokrasi”.

“Yang menantang adalah bagian mengeksekusi lagu-lagu yang mengandung harmoni vokal, dimana unsur ini termasuk metode baru bagi kami dalam upaya memperkaya sektor voicing. Tantangannya adalah menggali kemampuan bernyanyi masing-masing personel sambil memainkan alat (musik) yang membutuhkan konsentrasi lebih dari sebelumnya.”

Setelah penantian yang cukup lama, kini waktunya bagi Logamulia untuk berkilau. Tak percaya? Dengarkan “Distorsi Narasi” sepenuhnya, yang sudah tersaji di berbagai platform digital sejak 21 Juni 2024 lalu. (aug/MK02)