Lumpur, mungkin merupakan salah satu band sepuh di skena metal ‘bawah tanah’ Indonesia yang minim diskografi. Meski demikian, unit cadas asal Bandung, Jawa Barat tersebut adalah salah satu dari deretan band brutal death metal yang memiliki musikalitas yang ‘berbahaya’.
Sayangnya – dan ini memang problema klasik – sejak terbentuk pada 1994 silam, Lumpur yang awalnya mengusung death metal murni ini kerap didera gonta-ganti formasi. Faktor itulah yang menjadi kendala utama mereka untuk menggarap sebuah album.
Bahkan album penuh debut mereka, “Escape Your Punishment” (2003) yang diedarkan via Extreme Souls Production, baru dirilis oleh formasi kesembilan. Setelah itu, Lumpur mengalami hibernasi yang cukup lama sebelum akhirnya kembali aktif pada 2011 dengan formasi ke-10.
Masih dengan susunan personel yang sama saat itu, Lumpur lantas merampungkan album mini (EP) “Skema Pembalasan Sempurna” melalui New Standard Elite, sebuah label independen asal Amerika Serikat (AS).
Lumpur juga termasuk band yang santai karena hingga 13 tahun kemudian, band yang kini digerakkan oleh gitaris Saputra Ekonadi (Putra), vokalis Aghy Purakusuma, dramer Zinedin Dwi Herlambang dan bassis Gery Nurfallah ini baru kembali bisa merampungkan rekaman album penuh terbarunya. Kali ini bertajuk “Aku dan Tuhanku”, yang siap dirilis via Brutal Mind, indie label spesialis death metal asal Jakarta.
Jelang perilisan karya rekaman baru tersebut, Lumpur telah lebih dahulu melepasliarkan dua lagu lepas berjudul “Aku dan Tuhanku” dan “Concept of Faith” dalam format digital. Tidak sedikit penggemar mereka, serta kritikus media yang menilai bahwa gaya bermusik Lumpur sangat kental akan pengaruh Disgorge, legenda brutal death metal asal San Diego, California, AS.
Sang gitaris, Putra pun mengakui bahwa dia penggemar berat Disgorge dan mengungkapkan alasannya. “Disgorge mempunyai khas dalam riff gitar dan ketukan dram serta vokal yang kejam. Tapi di proses pembuatan album ‘Aku dan Tuhanku’, kami sama sekali tidak mendengarkan Disgorge atau band manapun. Semua prosesnya mengalir begitu saja,” ucap gitaris yang bergabung ke Lumpur sejak 1999 ini.
Selain Disgorge, tentu masih banyak band metal lainnya yang dijadikan referensi Putra dan rekan di bandnya dalam berkarya. “Tapi sekali lagi saat proses pembuatan album “Aku dan Tuhanku”, saya secara pribadi tidak mendengarkan band-band death metal manapun. Saya hanya bermain gitar mencari key-nya serta tangga nadanya dan berimprovisasi ke mana arah nada yang akan saya tuju,” ujarnya meyakinkan.
Judul “Aku dan Tuhanku” sendiri mungkin tidak terdengar seperti judul sebuah album death metal yang identik dengan kesan sangar. Namun itu pengecualian bagi Lumpur. “Tema itu memang bercerita secara personal antara saya dan Tuhan saya… semua keluh kesah dalam perjalanan hidup ini… dari beliau dan kembali ke beliau sang Khalik… Saya juga menggunakan bahasa Indonesia karena lebih nyaman dalam pengucapan dan pencapaiannya,” tutur Putra lagi.
Beberapa metalhead luar negeri mengira bahwa tema lagu “Aku dan Tuhanku” atau “Concept of Faith” itu sarat kandungan religi dan hal itu dianggap suatu kelemahan. Putra lantas meresponnya dengan mengatakan, “Tema kami memang bukan tentang religi. Tema yang kami angkat tentang manusia dan Tuhannya secara pribadi bukan secara global. Kalimat ‘Karena ini adalah antara aku dan Tuhanku, kau tak perlu tahu dan mencari tahu’ adalah salah satu penggalan lirik yang tertera di ‘Aku dan Tuhanku’.”
Album “Aku dan Tuhanku” direkam di Fun House Studio, Bandung, yang menghabiskan waktu tiga minggu. Dan selama prosesnya tidak mengalami kendala yang berarti, semua berjalan dengan baik sesuai keinginan. Namun tidak lama usai pengerjaan album, tersiar kabar duka. Bassis yang terlibat di album tersebut, Muhammad Maulana Miraj terkena serangan jantung dan mengembuskan nafas terakhirnya pada 20 Oktober 2023.
Setelah di album sebelumnya bekerja sama dengan label mancanegara dan meraih eksposur di skena metal ekstrim internasional, namun untuk “Aku dan Tuhanku”, akhirnya Lumpur memilih untuk bekerjasama dengan Brutal Mind.
“Pada saat ini saya berpikir kenapa harus dengan label luar juga? Kalau Brutal Mind dari Indonesia saja sudah mendunia, kenapa saya harus mendompleng label luar kembali? Di jiwa saya (hiduplah Indonesia Raya) dan Brutal Mind menyanggupi semua apa yang saya inginkan,” seru Putra diplomatis.
Lantas kini, dengan usia karir yang panjang namun minim karya, plus seringnya berganti personel, apa formula yang diterapkan Lumpur agar tetap bisa menjaga benang merah musiknya?
“Formulanya tetap terus menjaga eksistennya dalam bermusik, dan mencari orang-orang yang benar-benar punya dedikasi dan totalitas dalam bermusik,” ujar Putra kepada MUSIKERAS, menandaskan.
Album “Aku dan Tuhanku” telah diluncurkan pada 31 Juli 2024 lalu, dan tersedia dalam format fisik berupa CD dan digital, serta produk merchandise. (Bimo D. Samyayogi/MK03)
Leave a Reply