Tepat 6 November 2024, pukul 6:6:6 WIB, salah satu harta karun bersejarah dalam khasanah permetalan Tanah Air dirilis. Sebuah artefak demo dari unit metal veteran asal Jakarta, Grausig berjudul “Doomsday” yang sudah ditunggu-tunggu.
Adalah label Zim Zum Entertainment yang lantas mewujudkannya menjadi sebuah produk rilisan yang bisa dinikmati para metalhead. Diproduksi dengan jumlah terbatas, dalam format cakram padat (CD).
“Doomsday” ini adalah konversi dua ‘demo yang hilang’ milik Grausig yang terkubur dalam oleh waktu. Formatnya masih berbentuk kaset pita, direkam dalam kurun dua tahun yang berbeda, yakni pada 1994 dan 1995.
Disebut sebagai ‘demo yang hilang’ karena keberadaannya memang sempat tidak diketahui.
“Karena (kami) nggak tahu sebelumnya siapa yang masih nyimpan (demo itu). Gue dan Yaya (Wacked, gitaris) udah nggak megang. Sampai akhirnya Heila (Tanissan, gitaris) nemuin demo tersebut di (antara) koleksi kasetnya,” tutur dramer Grausig, Denny Zahuri kepada MUSIKERAS, mengungkapkan.
Saat kedua demo itu dibuat, Grausig diperkuat oleh Muhammad Yahya Sanjaya aka Yaya Wacked, Robin Hutagaol (dram), Jhorgi Soebagio (vokal/gitar) dan Bay Isman (bass) untuk era 1994, dan Denny, Yaya, Heila, Bobby Faisal (bass) dan mendiang Andri ‘James’ Budiyanto (vokal) untuk demo 1995.
Kedua demo direkam secara live di Ones Studio, Jakarta. Tentunya dalam waktu yang terpisah.
“Doomsday” sendiri lantas dipilih sebagai judul album lantaran kedua era formasi Grausig tersebut membawakan lagu tersebut dengan aransemen yang berbeda.
“Karena lagu ‘Doomsday’ ini mengalami beberapa kali perubahan aransemen. Terakhir ada di album ‘Di Belakang Garis Musuh’ (2016),” ujar Denny lagi, mengungkap detailnya.
Sejauh yang tercatat, “Doomsday” merupakan lagu pertama yang dibuat Grausig sejak dibentuk oleh Yaya pada awal era 1990-an (setelah ia memutuskan hengkang dari Sucker Head), dan total sudah lima kali mengalami perombakan. Lirik awal ditulis oleh Jhorgi, lalu diubah oleh James dengan tema yang lebih terkonsep.
Memento Terbaik
Dilahirkan di jaman yang jauh dari kata canggih, ekspektasi terhadap kualitas audio pun tidak berlebih. Bagi Zim Zum, sejarah tidak menuntut hasil. Sejarah butuh pelaku.
Namun, “Doomsday” yang bermodal tata suara rekaman purba, membuat sang label langsung merilisnya dengan semena-mena. Justru sebaliknya, CD ini dihadirkan dengan penuh konsep. Menjadikan album “Doomsday” sebagai ‘rilisan death metal lokal terbaik tahun ini”!
Menurut mereka, kesampingkan dulu perkara audio, karena demo ini hanyalah memento. Siapa pun yang mengaku pelaku di komunitas metal lokal (baik yang baru atau yang sudah lapuk) jelas belum pernah mempraktisi apa yang kini Grausig suguhkan.
Mengingat maraknya rilisan death metal Indonesia hari ini yang monoton, lagi stereotipikal. “Dan sepertinya akan begitu-begitu saja sampai kiamat. Cih!”
Penggarapan sampul album “Doomsday” dengan salib terbalik tidak serta merta dihadirkan demi sensasi belaka. Sebagai grup yang pernah dicap blasphemic bin satanik, Grausig pernah tertimpa isu atas pembakaran kitab suci Al-Quran yang terjadi pada 1995 silam. Ngeriii…!!!
Imbasnya, pemukulan berdarah melayang naas ke mendiang James Budiyanto oleh para preman Blok M. Padahal target sasaran seharusnya adalah gitaris Yaya Wacked. Tidak jelas motif di balik kejadian itu.
“Cuma gara-gara dulu gue sering pake kalung salib kebalik,” kata Yaya menggerutu.
Kejadian tersebut akhirnya mengilhami konsep sampul “Doomsday” ini di kemudian hari. Ditambah lagi, booklet delapan halaman sebagai trailer sebuah buku tentang Yaya Wacked dan Grausig yang sedang diracik pihak label. Ini, kata mereka, pastinya akan sangat menarik!
Sebenarnya, CD “Doomsday” sendiri juga tidak bisa disebut rilisan ‘reissue’, mengingat kedua demo tersebut memang tidak pernah beredar secara resmi sebelumnya.
“Apa yang kami lakukan semata demi menyelamatkan arsip yang pernah terjadi dalam sejarah komunitas underground di awal hari. Meski sejarah itu sendiri masih penuh diselimuti drama dan misteri…,” seru pihak Zim Zum menegaskan.
Usai proyek “Doomsday”, bukan berarti pengarsipan telah usai bagi Zim Zum. Menggali kembali fosil-fosil rekaman ‘bawah tanah’ di Indonesia yang masih cecer berserak tak ubahnya seperti perburuan artefak.
Selama lebih dari satu dekade, mereka masih berkomitmen untuk merekonstruksi rekaman-rekaman bersejarah, baik dari Indonesia maupun negara-negara dari belahan dunia lainnya.
Untuk mendapatkan CD “Doomsday” ini, dibanderol seharga Rp66.600,- (Indonesia) dan USD 6.66 untuk pasar internasional. Pokoknya serba ‘666’!
Bisa dipesan melalui zimzumztore@gmail.com (email), zimzumztore (Tokopedia) atau grausigmanagement@gmail.com (email). (mdy/MK01)
Daftar lagu di “Doomsday”:
- Doomsday (Demo ’94)
- This is the Time (Demo ’94)
- Flat Liner (Demo ’94)
- Thou Salt (Demo ’94)
- Doomsday (Demo ’95)
- Unholy Invocation (Demo ’95)
- Thy Will Be Damned (Demo ’95)
- Curse of Satan (Demo ’95)
- Curse of Satan (EP “Feed the Flesh to the Beast” ’97)
- Unholy Invocation (EP “Feed the Flesh to the Beast” ’97)
- Doomsday (EP “Feed the Flesh to the Beast” ’97)
Leave a Reply