Tears Don’t Lie yang berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah menggambarkan perjalanan menghadapi kesepian dan perjuangan untuk bertahan, lewat lagu “Alone”.
Lagu itu dihadirkan dengan lirik yang menyentuh dan penuh emosi, yang merupakan refleksi dari perjalanan emosional yang mungkin pernah dirasakan banyak orang, termasuk para personel band ini sendiri.
“Kami ingin menyampaikan pesan bahwa meskipun kita merasa sendiri, selalu ada harapan dan kekuatan untuk bertahan.”
Kepada MUSIKERAS, Tears Don’t Lie menyebut “Alone” ditulis oleh sang vokalis Achmad Fauzi (Oji) pada Januari 2023 lalu di kota Semarang.
“Ide dasar lagu ini muncul dari pengalaman pribadi dan emosi ketika masalah datang dan cobaan bertubi-tubi, di saat sang vokalis tersebut sedang sendiri di kota itu (Semarang),” tutur pihak band, mengungkap latar-belakang lirik lagunya.
Pesan yang emosional itu lantas dipadukan oleh gitaris/vokalis latar Imam Rizky Prayogo (Ekky), dramer Yunan Fauzi, bassis Tegar Imanto serta gitaris Mohammad Febry Ardiansyah (Didi Woolhy) dan Tomy Sugito (Tomy’s RRS) dengan aransemen musik yang kuat khas Tears Don’t Lie.
“Di dalam lagu ‘Alone’ kami mencoba menuangkan karya kami dalam bentuk musik yang emosional dan melodius, dimulai dari eksplorasi kord dan melodi yang kemudian berkembang menjadi struktur lagu.”
Tahapan produksi serta rekaman “Alone” sendiri dieksekusi di Dosath studio, di Kota Pekalongan, dengan proses yang cukup intens. Rekamannya menghabiskan waktu sekitar 2-3 minggu, termasuk tracking instrumen, vokal, serta tahap mixing dan mastering.
“Karena kami ingin memastikan kualitas terbaik. Kami juga banyak bereksperimen dengan tone gitar, layer vokal, dan atmosfer yang sesuai dengan mood lagu ini,” seru band ini menegaskan.
Makanya, untuk mengejar kualitas itu, mereka mengakui menemui tantangan dari sisi teknis. Yang terbesar adalah menciptakan keseimbangan antara nuansa emosional dan kekuatan musiknya.
Misalnya di vokal, mereka menginginkan agar terdengar raw dan emosional, tetapi tetap memiliki kontrol yang baik agar tidak terdengar berlebihan atau kehilangan ‘rasa’ aslinya. Begitu juga di gitar, dimana tone-nya harus memiliki karakter yang kuat.
“Tetapi tetap jernih saat dimainkan di bagian clean. Layering gitar juga menjadi tantangan agar terasa penuh, tanpa terdengar terlalu padat atau tumpang tindih.”
Sementara dalam pengolahan mixing dan mastering, mereka harus memastikan semua elemen terdengar jelas dan proporsional. “Ini memerlukan beberapa kali revisi agar suara yang dihasilkan sesuai dengan ekspektasi kami.”

Gabungan elemen emo, alternative rock serta sedikit post-hardcore menjadi benang merah penggarapan komposisi serta aransemen “Alone”. Kubu Tears Don’t Lie mengakui, mereka banyak terinspirasi racikan musik dari band-band mancanegara seperti Story of The year, Bullet for My Valentine hingga Breaking Benjamin.
“Kami mencoba menonjolkan melodi yang emosional, lirik yang relatable, dan aransemen yang dinamis. Mulai dari bagian lembut yang penuh perasaan hingga klimaks yang penuh ledakan energi.”
“Yang membuat kami unik,” lanjut Tears Don’t Lie lagi, “Adalah cara kami menyampaikan emosi dalam lagu ini. Kami tidak hanya sekadar bermain musik keras atau melankolis, tapi mencoba menciptakan keseimbangan antara lirik yang personal, atmosfer yang mendalam, dan dinamika yang terasa hidup.”
Usai perilisan “Alone”, band yang baru terbentuk tahun lalu ini berencana merilis dua lagu rilisan tunggal lainnya. Masing-masing berjudul “Black and White” dan “Hancur”, dimana keduanya memiliki karakter musik yang sedikit berbeda namun tetap dalam benang merah emo/post-hardcore/alternative rock.
Sementara untuk proyek jangka menegah, yang kira-kira dimulai pada Mei 2025, para personel Tears Don’t Lie meniatkan menggarap album mini (EP).
“Saat ini kami masih dalam tahap pengumpulan materi. Beberapa lagu sudah hampir selesai dari segi aransemen dan guide, tinggal masuk tahap produksi lebih lanjut.” (mdy/MK01)
Leave a Reply