“Kagum juga karena ternyata Mika baru belajar gitar, komposisi lagu, produksi sampai mixing praktis waktu pandemi dimulai 2020 lalu, sementara umurnya waktu belajar itu belum genap 13 tahun.”

Ungkapan di atas datang dari Roy Jeconiah, vokalis Jecovox yang berkolaborasi dengan Mika Rafello di sebuah single bertajuk “Ketika Aku Di Ketika” (Lemiks Records). Ini adalah karya pertama Mika yang dirilis resmi secara profesional, dan sudah tersedia di berbagai platform digital, termasuk YouTube sejak akhir Juni 2021 lalu.

Inspiratif. Di usia yang masih sangat muda, Mika sudah mampu memainkan semua alat musik, menulis lagu dan juga merekam sendiri, bahkan sampai ke proses mixing. Ajaib! Yang menarik, keseluruhan proses itu baru benar-benar ia lakukan saat pandemi Covid-19 dimulai, yang membuat Mika hanya bisa diam di rumah. Akhirnya ia pun mencoba memainkan gitar milik Ayahnya. Ya, memang buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Kebetulan sang ayah, Imran St. Sati adalah salah satu sound engineer terkemuka Tanah Air, yang antara lain pernah menggarap proyek rekaman milik band-band rock/metal seperti Boomerang, Sic Mynded, 7 Kurcaci, Discus, Sucker Head, Tengkorak, Dreamer, In Memoriam, Trauma serta beberapa band dan penyanyi pop papan atas.

Nah, dari keisengan lantaran bosan di rumah, dalam waktu singkat Mika fasih memainkan semua alat musik, terutama gitar. Ia memulainya dengan memainkan lagu-lagu milik Slipknot dan Iron Maiden, lalu berkembang ke lebih banyak band seperti Metallica, Megadeth, Pantera hingga Gojira. 

.

.

Menurut penuturan Imran kepada MUSIKERAS, awalnya Mika sebenarnya tidak menyukai musik. Bahkan saat masih berusia balita, pernah dibelikan gitar elektrik Ibanez mikro, namun sama sekali tidak disentuhnya. Semuanya berubah 180 derajat saat pandemi datang. Mika akhirnya melirik gitar tersebut dan mulai mengulik cara memainkannya.

“Waktu kecil Mika sukanya pesawat dan sering nonton DVD Iron Maiden ‘Flight 666’, bukan karena musiknya, tetapi karena pesawatnya. Dan akhirnya, begitu ia mulai belajar gitar, yang ia ingat adalah Iron Maiden.

Tetapi dari segi musik, di awal belajar gitar dia lebih suka Slipknot karena memakai topeng. Maklum bocah. Dari situ, (barulah) dia belajar semua lagu Slipknot dan tidak hanya gitar, tetapi dia pelajari semua instrumen dan merekamnya. Dia memilih musik metal karena visualisasi Iron Maiden dan Slipknot, yang membawa dia menyukai metal.”

Singkat cerita, dalam waktu kurang lebih tiga bulanan, Mika sudah membuat lagu sendiri dan merekamnya tanpa bantuan orang lain. Keberadaan fasilitas studio rekaman milik Ayahnya, soundSATiON Studio, membuat proses kreatif Mika saat rekaman terus berlanjut. Semuanya dilakukannya secara otodidak.

Hingga suatu ketika, Roy Jeconiah datang bertamu dan mendengar Mika memainkan lagu ciptaannya di gitar. Karena tertarik, Roy pun menyediakan waktunya untuk mengisi vokal di lagu tersebut.

“Begitu tahu Mika sudah memilki karya yang sudah dibuat dan belum ada notasi vokal dan liriknya, akhirnya aku menawarkan diri, gimana kalo komposisi ini diisi notasi vokal plus liriknya…. Mika setuju dan akhirnya jadilah komposisi itu,” ujar Roy lagi, mengurai latar belakang keterlibatannya.

Setelah single “Ketika Aku Di Ketika”, Mika langsung fokus melanjutkan penggarapan karya-karya lainnya, yang rencananya bakal ia satukan dalam kemasan album penuh. Target perilisan akhir 2021 mendatang. 

Menurut Roy, di usianya yang baru menginjak 13 tahun, jalan Mika tentunya masih sangat panjang. Dan ia berharap, semoga Mika tidak berhenti sampai di situ dan masih akan terus melahirkan karya. “Semoga juga kemunculan Mika bisa memicu semakin banyak bakat-bakat baru, yang tentunya menjadi angin segar untuk dunia musik Indonesia secara keseluruhan.” (mudya/MK01)