Tidak tanggung-tanggung, dua karya rekaman segar namun agresif langsung ditebar oleh band cadas reinkarnasi Slap It Out ini. Single yang diedarkan via label Kalimasada Records tersebut masing-masing bertajuk “Collapsed” dan “The Last Suffer” dan juga telah ditayangkan di kanal YouTube dalam format video musik sejak lima hari lalu. Keduanya dieksekusi serius dan terkonsep, dimana 510 bekerja sama dengan sinematografer dan animator, Amilio Garcia dalam penggarapannya.

Mengapa harus dua single sekaligus?

“Karena lagunya berkesinambungan, dan karena kami pengen lebih interaktif dengan pendengar,” ujar vokalis Faizal ‘Ichal’ Permana kepada MUSIKERAS, melontarkan klarifikasi.

Lagi pula karena pandemi, lanjutnya, kebanyakan orang fokus ke perangkat gadget, jadi Ichal bersama Pras Goldinantara (gitar) dan Winaldy Senna (dram) ingin menghibur penggemarnya secara langsung. “Dan kebetulan jalan cerita lagunya sama. Kami juga ngasih hint (petunjuk) di situ – jika benar-benar diperhatikan – itu bakal menuju ke karya kami selanjutnya.”

Lirik “Collapsed” sendiri bercerita tentang kehancuran dunia, hasil perbuatan manusia itu sendiri. Seiring berjalannya waktu, semua kekayaan dunia akan habis terkuras, global warming, natural disaster terus terjadi akibat ketamakan manusia yang terus-menerus mengeruk kekayaan bumi. Sementara di lagu “The Last Suffer”, 510 mencoba bermetafora pada zaman dimana false beliefs dan Sang Penyelamat dipuja-puja. Berbekal suara lantang dan pengaruh yang ‘pasti’ didengar oleh orang banyak, di zaman itu, pengetahuan yang terbatas, menimbulkan munculnya ‘penyelamat’ yang mempunyai banyak pengikut, menyebarkan ajaran yang ‘belum tentu’ benar, hanya untuk kekayaan dan keperluan pribadi. 

.

.

Eksekusi komposisi musikal serta rekaman “Collapsed” dan “The Last Suffer” dilakukan 510 dalam kurun waktu satu bulan. Mulai dari proses penyusunan komposisi hingga pemolesan mixing dan mastering. Lirik ditulis sepenuhnya oleh Ichal, sementara komposisi musik digarap bersama oleh Pras dan Winaldy.

Menurut Winaldy, secara teknis pengerjaan kedua single tersebut tidak jauh berbeda dibanding saat mereka menggodok single debut “Alive” yang dirilis pada 18 Juni lalu. Keseluruhan proses dirembukkan dari tempat terpisah. Ichal dan Pras di Bandung, sementara Winaldy di Jawa Timur.

“Tapi secara komposisi beda. ‘Alive’ itu lebih industrial dan easy listening. Sementara ‘Collapsed’ lebih ke metal yang berat dan ‘The Last Suffer’ lebih kompleks. Memang cenderung berbeda, dan sekaligus menjadi identitas baru yang bisa disuguhkan 510,” urai Winaldy yang kembali dipercaya sebagai produser sekaligus penanggung jawab urusan teknis rekaman 510.

Secara musikal, “Collapsed” dan “The Last Suffer” dirancang jauh lebih agresif, dengan terapan perancangan suara (sound design) di gitar yang lebih hi-gain, berondongan dram yang lebih gesit dan keras plus sentuhan orkestrasi yang dibuat lebih ‘gelap’. Menurut Winaldy, mereka sedikit banyak menyerap referensi sound dari beberapa karya rekaman band luar. 

“Kebetulan (kali ini) lebih ke British metal kayak Periphery dengan (acuan) produksi era Adam ‘Nolly’ Getgood serta band asal Inggris macam Holding Absence untuk referensi sound yang cenderung lebih lebar. Lebih detail tapi tetap agresif.”

Selain di YouTube, “Collapsed” dan “The Last Suffer” juga sudah bisa didengarkan di platform penyedia layanan dengar musik digital Spotify. (mdy/MK01)