Sharon Karr – atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Shvron – kembali menumpahkan emosinya, setelah dua tahun tidak merilis karya baru. Pada 18 Agustus 2023 lalu, ia pun melepasliarkan sebuah lagu rilisan tunggal terbaru berjudul “Iris”. Ini adalah lagu berbahasa Indonesia pertama yang dipersembahkan Shvron.

Dalam penggarapannya, ia berkolaborasi dengan Pradipta Beawiharta (gitaris Divide) dan Redhy Mahendra (gitaris Tore Up) yang memproduseri, plus musisi Raga Maharasta yang membantu menulis liriknya, bersama Shvron sendiri. Sebuah komposisi yang tetap kental akan elemen emo/post-hardcore, namun dibubuhi campuran elemen pop dan elektronik. 

Shvron menceritakan tentang meninggalkan sebuah impian atau sebuah asa yang pernah ia kejar dan mungkin juga diimpikan banyak orang lainnya, yang ternyata tidak seindah kelihatannya. Setelah mencoba meraih keinginannya tersebut, ia menyadari bahwa itu bukan dimana seharusnya ia berada, tapi dia sudah terlanjur terjebak di lingkaran setan yang membuatnya tidak bisa keluar dari situasi tersebut.

‘Ku berdarah namun aku merasa hidup kembali’ menggambarkan situasi setelah berjuang mati-matian untuk mencapai impian itu. Sekarang ia juga harus mati-matian untuk keluar dari situasi tersebut, namun dengan segala darah yang hilang, ia akhirnya menemukan harapan baru.

“Jadi, lagu ini lahir dari kejadian yang aku alami sendiri, dimana aku harus berjuang untuk bisa di posisi itu, tapi ternyata itu bukan ‘tempat’-ku, tapi aku pun nggak bisa dengan mudah untuk lepas dari kondisi itu. Aku merasa tersabotase oleh ‘harapan’-ku sendiri,” urai Shvron tentang latar belakang liriknya. 

“Iris” sendiri diambil dari kata Bahasa Indonesia yang bersinonim dengan kata ‘potong’ atau ‘sayat’. Dan juga bisa diartikan dari nama bunga Iris yang melambangkan harapan dan kebangkitan – sebagai kebangkitan Shvron yang kembali berkarya setelah masa kelam yang sempat ia alami beberapa waktu lalu.

“Sebenarnya lagu ini udah jadi sejak tahun lalu. Kami pun nggak tahu kenapa lama. Jadi kami mikirnya cuma, ‘mungkin emang baru sekarang aja saatnya untuk rilis’,” beber Shvron kepada MUSIKERAS, mengungkap alasan kekosongan karya.

Dan faktor lain, lanjutnya, salah satunya lantaran ia baru hengkang dari manajemen Shvron sebelumnya, serta transisi menjadi musisi independen. Padahal, di manajemen sebelumnya, ia sebenarnya sudah mengantongi lima lagu baru, dan bahkan empat di antaranya sudah selesai direkam. Hanya menyisakan proses mixing dan mastering.

“Tapi entah kenapa nggak dijadi-jadiin. Dan sempet dataku hilang semua, yang akhirnya harus rekaman ulang, yang akhirnya sampai sekarang pun lagunya nggak jadi… hahaha. Ya udah, akhirnya aku cabut dari manajemen itu tanpa merilis lima lagu yang udah aku buat sama mereka, dan mulai fokus sama proyek-proyek aku di luar manajemen itu. Cuma yaaa… masa transisi jadi musisi independen tuh cukup bikin aku bingung, walaupun banyak teman yang bantuin juga. Tapi di sisi lain, aku belajar banyak dan aku bisa lebih bebas dalam berkarya.”

Konsep di balik penggarapan “Iris”, menurut Shvron, kali ini difokuskan untuk mengedepankan suara vokalnya agar lebih ‘bersinar’. Kepada Dipta, Shvron mengawali proses kreatifnya dengan mengurai mood serta vibes lagu yang ia inginkan. Lalu membeberkan masalah yang ia rasakan saat itu kepada Dipta, Raga dan Redhy agar mereka lebih bisa merasakan emosi yang diinginkan Shvron. Dan bahkan khusus kepada Raga, Shvron mengirim seluruh catatan yang ia tulis di ‘masa-masa kelam’-nya, agar Raga lebih paham lagi situasinya, untuk kebutuhan penulisan lirik.

“Akhirnya kami berempat ketemuan, setelah sebelumnya cuma tektokan lewat telpon. Aku udah nulis lirikku, dan Raga baru nulis dua jam sebelum ketemuan. Pas ketemuan semuanya langsung jadi sih. Lirik dari Raga dan aku, nada vokal banyak dari Dipta sama aku. Terus mixing dan mastering digarap semua sama Redhy. (Proses keseluruhan) Agak lama karena aku sempet minta beberapa kali revisi, terutama di part akhir biar lebih nampol…  hahaha. Dan kami lebih sering tektokan dari HP doang, jadinya yaaa mungkin agak susah…. Soalnya aku tinggalnya di Bekasi, Redhy dan yang lainnya di Bintaro… hahaha.”

Shvron mengakui, pengungkapan emosi yang ia inginkan di “Iris” benar-benar menjadi titik fokus saat penggarapannya. Bahkan dari segi musikal, ia ingin formula lagu yang lebih mengarah ke ranah pop rock, seperti band Cokelat atau Utopia, tapi dieksekusi dengan cara Shvron. 

“Kami cuma sama-sama pengen bikin lagu yang nggak ngebut dan nggak terlalu rame, karena anak-anak paham kalo sebenernya suara aku lebih cocok untuk nyanyi lagu yang lebih ngayun, karena suara aku berat dan range emosinya dalem. Lagunya ‘nge-band’, tapi aku tetep bisa shine on karena yaa… Shvron itu solois!”

Usai perilisan “Iris”, geliat karir Shvron yang sempat viral setelah mengikuti ajang X Factor ini akan diteruskan dengan penggarapan beberapa lagu rilisan tunggal lagi, sambil memantau momen yang tepat untuk melepas album mini (EP) kedua. Sebelum “Iris”, Shvron sudah pernah merilis lagu “Proper Way to Say Fuck You” (2019) serta sebuah EP bertajuk “Scars” (2021) yang antara lain memuat lagu “Burn” dan “Hurricane”. (mdy/MK01)

.

.