Berselang enam bulan sejak perilisan lagu rilisan tunggal mereka yang bertajuk “Hymne Ria Sentosa”, unit crust/hardcore punk belia asal Semarang, Jawa Tengah ini pun menuntaskan janjinya. Pada 24 November 2023 lalu, Integrall telah melontarkan album mini (EP) debutnya, “Bara dalam Sekam”.

Ada lima amunisi lagu yang menyesaki EP tersebut, termasuk dua di antaranya telah dirilis sebelumnya, yaitu “Sesak Bergemuruh” (2022) dan “Hymne Ria Sentosa” (Mei 2023). Kelima trek tersebut menjadi dokumentasi proses dan dinamika Integrall selama hampir tiga tahun perjalanan karirnya.

Beragam gaya musik dihadirkan dalam “Bara dalam Sekam”. Lagu seperti “Sesak Bergemuruh”, “Cuaca Buruk” dan “Menolak Stereotip” ditulis di masa awal Integrall terbentuk. Ketika para personelnya – Tendi Munthe (vokal), Panglima Raja (gitar), Huda Iskariot (bass) dan Satu Donga (dram) – masih masih merasa kurang lihai dalam bermain musik. Bahkan mereka mengakui belum bisa mengenali nada mayor atau minor. Acuan mereka hanya diskografi dari band-band crust punk/neo-crust asal AS seperti Disrupt dan From Ashes Rise, juga kocokan dan progresi a la band-band street-punk yang digemari Raja, sang gitaris.

“Untuk tiga trek itu, kami masih belum bisa keluar dari Disrupt dan From Ashes Rise. Dua band tersebut sangat mempengaruhi kami. Sebelum memiliki lagu sendiri kami sering meng-cover lagu mereka saat latihan,” tutur Tendi Munthe, terus-terang.

Selayaknya perjalanan hidup manusia, perubahan terjadi di tengah jalan. Tercetus ide untuk menggeser arah musik dari crust punk ke gaya speed/thrash metal. Ide itu sempat dijajal, tetapi perubahan adalah tuntutan penuh standar dan tantangan secara teknis.

“Karena gitaris kami yang masih belajar susah mengejar ritme dan pattern gitar thrash, maka kami sepakat menyelipkan unsur thrash metal sedikit saja dan tetap mengentalkan crust/hardcore punk. Lagu ‘Hymne Ria Sentosa’ yang pertama kami mulai memasukkan unsur speed/thrash. Kedua lagu ‘Menolak Stereotip’, (tapi) lebih di bagian vokal. Karena di lagu ini mengalami pergantian lirik total. Jadi kaget saat rekaman,” ujar Tendi kepada MUSIKERAS.

Hasil selundupan thrash metal juga terwujud dalam trek instrumental “Menuju Riuh Absurditas” yang bernuansa Creeping Death dan “Hymne Ria Sentosa” yang terasa persilangan Prowl, Municipal Waste dan Seringai.

Lalu apa pemicu Integrall mencoba menjamah wilayah speed/thrash metal?

“Karena salah satu dari kami ingin mengubah arah musikal band menjadi speed/thrash metal. Ambisi salah satu dari kami ada karena lagi seneng-senengnya dengan genre musik tersebut. Lagi seneng-senengnya mendengarkan band seperti Diabolic Night dan Slayer. Speed/thrash metal (juga) terasa lebih kelam dari segi musikal daripada genre yang kami usung, hardcore punk,” beber pihak band memberi alasan.

Secara keseluruhan, EP “Bara dalam Sekam” mungkin bakal terkesan belang dan tanpa benang merah. Tapi bisa dimaklumi, karena mereka menganggap pembuatan EP tersebut merupakan proses pembelajaran mereka sebagai band.

“Jadi kami nekat merilis EP ini sebagai pembelajaran agar sebagai band kami bisa memberikan yang terbaik untuk rilisan berikutnya. Juga untuk menunjukkan kalau inilah proses berkarya kami yang dari awal memang tidak memiliki bakat bermusik.”

Di departemen lirik, Tendi bertanggung jawab sepenuhnya memilih tema dan menulis lirik. Ada curhatan personal, ada juga respon atas kondisi sosial. Tendi memang tidak berniat menulis lirik dalam satu payung tema besar. Semua berdasar pengalaman personal dan fenomena-fenomena yang ia lihat.

Lirik “Menolak Stereotip” adalah curahan personal Tendi atas beragam pengalamannya hidup dan berkecimpung di skena musik. Sebagai pribadi yang tidak mengonsumsi alkohol dan rokok, sehingga ia sering dilabeli straight edge. Label itu memang terkesan positif, tapi ia merasa tidak nyaman dengan label itu. “Aku bukan seorang straight edge, hanya karena tidak minum alkohol,” seru Tendi dengan tegas di dalam trek “Menolak Stereotip”.

“Paling seringnya aku dibilang seorang straight edge karena tidak merokok, seks dan minum alkohol. Menurutku menjadi straight edge tidak sebatas itu,” ujar Tendi beralasan.

Sementara “Hymne Ria Sentosa” adalah perayaan atas relasi pertemanan dalam kancah musik Semarang yang penuh dinamika dan keriaan meski hanya diisi gedang klutuk, soto murah dan rokok eceran.

Lirik “Cuaca Buruk” jadi contoh paripurna respon kemuakan Tendi atas kondisi sekitar. Ia menulis lagu tersebut sebagai respon atas banjir besar di Semarang pada akhir 2022 dan awal 2023. Saat itu pemerintah kota berdalih pada volume hujan yang meningkat, padahal alih fungsi lahan di Semarang – yang mana pemerintah juga terlibat di dalamnya – adalah penyebab besar banjir sulit ditangani. Kekesalan dalam lagu tersebut diperkuat oleh hasil riset mandiri koalisi warga dan peneliti Maleh Dadi Segoro pada 26 Januari 2023 perihal aspek politis dalam fenomena banjir Semarang.

“Mereka (pemerintah) tidak sadar kalau ulah mereka sendiri menjadi bagian dari fungsi lahan, banyaknya pembangunan, dan berkurangnya area resapan air di Semarang,” ujar Tendi.

Kelahiran Integrall sendiri berawal dari sebuah band crust-punk bernama Disnamed yang berdiri pada Mei 2021 lalu di Semarang. Disnamed sempat merilis lagu berjudul “Sesak Bergemuruh” pada 11 Februari 2022. Pada awal 2023, nama Disnamed berganti menjadi Integrall. Penggunaan dua huruf ‘L’ di nama Integrall terinspirasi dari lagu Burgerkill yang berjudul “Integral” serta dari sebuah logo band asal Batu, Malang yang dilihat Tendi, yaitu Interadd.

Pada Mei 2023, lagu “Hymne Ria Sentosa” resmi dirilis dengan nama Integrall. Lagu tersebut sekaligus menandai perubahan nama, personel, sekaligus arah musik Integrall. EP “Bara dalam Sekam” kini sudah dapat diakses melalui beragam kanal digital streaming platform. Lalu setelah itu, menyusul perilisan EP dalam format kaset pita secara mandiri. Setiap keping kaset akan disertai zine yang berisi ragam tulisan mengenai tiap trek dalam EP tersebut. (mdy/MK01)

.