Pada pertengahan 2024, band rock asal Magelang, Jawa Tengah bernama The ARK yang sudah malang-melintang sejak November 2020, memutuskan untuk mengubah nama menjadi Epitychia. Alasannya, mereka butuh semangat baru, agar sekaligus terlepas dari berbagai kendala dalam memaksimalkan ide-ide dan gagasan.
Api semangat yang mulai meredup kini menyala kembali, semakin besar dari sebelumnya. Dengan tiga orang personel yang solid dan semakin dewasa, Epitychia pun melepas album mini (EP) perdananya berjudul “Jeruji Berkarat” pada tahun ini.
Ada empat komposisi lagu yang dituangkan di “Jeruji Berkarat”, yang diracik dengan membaurkan nuansa musik alternative dengan elemen elektronik. Dua lagu di antaranya, yakni “Ruang Hitam” dan “Superego” sudah pernah dirilis sebelumnya, namun kini telah diaransemen ulang untuk kebutuhan EP.
Sementara dua lagu sisanya, adalah “Vendetta” serta yang dijadikan judul album, “Jeruji Berkarat”.
Menurut tuturan vokalis dan gitaris Riyan Danu, dramer Bagus Munir serta bassis Niko Zunurain kepada MUSIKERAS, karya rekaman yang mereka suguhkan di “Jeruji Berkarat” buah dari keresahan Epitychia terhadap diri masing-masing personelnya.
“(Sebuah) Pemberontakan akan batas-batas pada pikiran dan realitas yang pada akhirnya membuat manusia terbelenggu oleh angannya sendiri,” seru pihak band mencoba mendeskripsikan.
Epitychia menjalani produksi EP “Jeruji Berkarat” secara mandiri, mulai dari prosesi rekaman hingga mixing dan mastering. Mereka juga dibantu oleh Evolve Studios yang mereka gunakan untuk perekaman isian vokal.
“Berbekal dengan pengalaman yang sudah didapat dari masing-masing personel, kami meracik yang kami anggap menjadi sesuatu yang baru. Kami ingin terasa berbeda agar para pendengar bisa merasakan ciri khas musik kami.”
Untuk mencapai target itu, Epitychia mencoba mendobrak batas-batasan pada genre maupun sub-genre yang ada. Mereka tidak mengklaim bahwa mereka telah menciptakan aliran baru, namun membiarkan para penikmat musiklah yang mendeskrepsikan sendiri seperti apa aliran musik yang Epitychia terapkan.
“Karena terasa sulit bagi kami, jika membatasi kreatifitas diri dengan genre. Padahal ide dan gagasan kami selalu ingin mengeksplor apa yang kami temui dalam segala inspirasi.”
Secara teknis, Riyan, Bagus dan Niko menerapkan beberapa patahan breakdown di lagu-lagunya, seperti di musik-musik EDM (electronic dance music) agar menghasilkan nuansa baru.
“Kami terpengaruh dari band-band favorit kami seperti Bring Me The Horizon, Asking Alexandria, Linkin Park, Pendulum dan Skrilex,” cetus mereka terus-terang.
Selain itu, di “Jeruji Berkarat”, Epitychia juga bertekad harus menemukan racikan mixing yang sesuai dengan ketukan dan bagian yang mereka maksud, agar pendengar mendengarkan secara jelas seperti apa konsep musik Epitychia yang sesungguhnya. Itu tantangan utamanya.
Sejak 27 September 2024 lalu, EP “Jeruji Berkarat” sudah tersaji di berbagai platform digital. (aug/MK02)
Leave a Reply