Walau sangat sulit menyatukan enam isi kepala untuk menemukan benang merah arah musik mereka, namun akhirnya AARGHH berhasil merampungkan dan merilis dua lagu barunya dalam kemasan berjudul “End of Life”.

Kedua lagu baru band asal Bandung, Jawa Barat tersebut masing-masing bertajuk “Living Grave” dan “Painful Separation”, dan digarap dengan formasi baru yang kini diperkuat tiga gitaris. 

Mereka adalah Gilang Ginanjar, Hari Jaya Permana dan Devara M. Azhar, melengkapi bassis Erik Bugara, dramer M. Naufal Fadilah serta vokalis M.R.Fadhly.

Namun adanya pengambangan formasi tersebut, diakui unit keras yang melebur elemen emocrust, neocrust, dark hardcore hingga atmospheric black metal ini membuat eksplorasi musik mereka menjadi tidak terbatas dan bahkan semakin kompleks.  

Menurut AARGHH, hasilnya bahkan di luar nalar. Mereka berhasil merampungkan komposisi dengan aransemen yang begitu padat serta durasi lagu yang cukup panjang. Kurang lebih 8 menit. Ditambah pula dengan rapalan lirik gelap yang cukup tajam nan lirih.

Menjadikan aransemen “End of Life” terdengar berbeda, sekaligus menjadi opsi yang cukup segar, jika dibandingkan dengan karya AARGHH sebelumnya. 

Proses kreatif penggarapan “End of Life” sendiri, diungkapkan AARGHH kepada MUSIKERAS, memanfaatkan fasilitas rekaman rumahan yang mereka miliki. Mereka juga melakukan komunikasi lewat aplikasi Zoom untuk proses perancangan aransemennya secara intensif.

“Selagi bisa dimaksimalkan, kenapa enggak? Proses pembuatan lagu ini cukup lama, kurang lebih satu tahun, karena dengan penambahan personel menjadi tiga gitar, jadi banyak aspek yang kami upgrade dan menyatukan beberapa kepala untuk menuju benang merah (musiknya). Itu tidak mudah karena per orang mempunyai karakter dan inspirasi masing-masing. Jadi mutlak itu keinginan bersama tanpa paksaan,” beber pihak band mengurai proses di balik produksinya. 

aarghh

Gitaris Gilang mengungkapkan, alasan AARGHH menambah kekuatan di sektor gitar, karena memang butuh pengembangan. Ia mengakui, punya banyak ide yang harus ia bagi.

“Bukan berarti saya adalah Ahmad Dhani (pentolan Dewa 19). Karena tanpa personel yang lain tak akan tercipta lagu yang saya bilang ini (sebagai) mahakarya bersama,” cetusnya meyakinkan.

Saat penggarapan musiknya, khususnya di tahapan aransemen, banyak referensi yang disatukan di “End of Life”. Gilang sendiri saat itu kebetulan sering mendengarkan musik-musik dari Afsky (Denmark), Dark Circles (Kanada), We Lost the Sea (Australia), Blind Girls (Australia) serta pejuang lokal macam Grinder Ultra Terror Zealotic (Gutz) dan SSSLOTHHH.

Dari dua lagu yang dilampiaskan di “End of Life”, AARGHH menyebut lagu “Painful Separation” cukup memberi tantangan saat penggarapan rekamannya. Mereka eksekusi usai sesi foto, dimulai dengan workshop dan langsung jadi.   

“Ternyata hasilnya menakjubkan, walaupun sebagian kord lagu tersebut saya lupa,” seru Gilang sambil tertawa.

Kedua lagu yang menjadi peluru “End of Life” sudah bisa didengarkan di kanal Bandcamp sejak 27 November 2024. (mdy/MK01)