“Kami mencoba menawarkan kembali warna musik emo era 2000-an yang digabungkan dengan sound modern di penghujung tahun ini. Barangkali ini bukan sesuatu yang baru, tapi setidaknya menurut kami, Unless menawarkan warna musik yang cukup segar karena kami memandang hampir semua band berlabelkan emo di era sekarang condong mengarah ke Bring Me the Horizon. Padahal sebeneranya riff-riff dan pattern emo tahun 2000-an cukup membuat kami terkesima. Sangat disayangkan ketika itu tidak diadaptasi kembali.”

Pernyataan di atas terlontar dari Faisal Haqiqi, pembetot bass sekaligus screamer dari Unless, kuintet post-hardcore/emo asal Semarang, Jawa Tengah. Ia menegaskan visi dan misi bandnya, yang pada Desember 2021 lalu baru merilis lagu tunggal perdana bertajuk “Faith”.

Lalu vokalisnya, Zidan Ardiansyah juga menimpali, bahwa salah satu tujuan utama Unless – seperti arti nama dalam band itu sendiri – adalah ingin menjadi pengecualian di antara sekian banyak band emo yang berkeliaran di Nusantara. “Karena kami melihat ada celah yang bisa diambil dan kami menyukai musik itu sendiri. Kenapa nggak? Sikat saja! Karena menjadi beda di antara yang lain, adalah salah satu tujuan utama dari band ini.”

.

.

Intinya, konsep musik band yang terbentuk pada April 2021 lalu ini menerapkan perpaduan elemen antara post-hardcore/emo era Saosin, From First to Last, Alesana, Chiodos, Asking Alexandria serta Killing Me Inside sebagai salah satu pionir atas melambungnya genre emo/post-hardcore di Indonesia kisaran tahun 2007, serta post-hardcore modern yang cukup kental dengan ambince seperti Touché Amoré dan Pianos Become the Teeth. 

“Musik di ‘Faith’ kami deskripsikan sebagai musik yang diciptakan dengan berbagai fragmen dan hampir tidak ada repetisi pattern dalam lagunya. ‘Faith’ tidak memiliki reff, nyambung aja gitu. Untuk formula teknis yang kami terapkan, kami cukup banyak mengadopsi formulasi band-band Jepang. Merka pintar meracik komposisi lagu dengan menabrakkan beragam mood lagu. Itu yang coba Unless terapkan. Mungkin saja single selanjutnya ada aransemen ska atau pun reggae. Sepertinya itu yang membedakan kami dengan band-band emo yang lainnya,” papar pihak band kepada MUSIKERAS, memperjelas.

Di luar urusan musik, “Faith” juga menampilkan lirik bernuansa positif dan negatif. Unless yang juga diperkuat Faris Ulum (dram), Kevin Prialdino (gitar) dan Rio Arlianda (gitar) beralasan, mereka ingin pendengar dapat memakanai lagu mereka itu sebagai soundtrack hidup mereka. “Jika ingin termotivasi bisa membaca bagian lirik clean dan jika ingin menikmati kesedihan itu sendiri, kalian bisa berteriak dan mengumpat pada hidup yang bangsat ini… hahaha. Bebas, kalian mau mengambil yang mana, selamat menikmati.”

“Faith” kini bisa didengarkan melalui berbagai macam platform digital yang tersedia. Lalu, sambil mempromosikannya, Unless juga akan membuat video lirik dan mulai menyiapkan materi untuk penggarapan album mini (EP). “Untuk tema atau topik, kami sudah tahu apa yang akan kami buat dan apa yang ingin kami sampaikan. Tinggal tunggu perilisannya saja. Yang jelas kami mencoba untuk membuat sesuatu yang segar di tahun ini.” (aug/MK02)