Dua dunia musik yang berbeda menjadi satu entitas di proyek rekaman terbaru Avhath. Di lagu barunya, “to my disquiet”, unit metal kelam asal Jakarta ini mengajak serta musisi eksperimental, Kuntari untuk berkolaborasi di peracikan musiknya.

Dilatari rasa penasaran menjadi pemicu ide di balik kerja sama tersebut. Pihak Avhath tergelitik untuk mengetahui bagaimana jika suara-suara musikal mereka dipertemukan dengan sonik Kuntari yang selama ini selalu memukau dari segi eksperimentasi.

Tesla Manaf yang menjadi otak utama di balik alter ego Kuntari, kepada MUSIKERAS mengakui, menyambut baik ide peleburan musikal itu lantaran sudah mengenal para personel Avhath sejak lama.

Alhasil, pada Oktober 2023 lalu, Avhath bersama Kuntari pun menggelar lokakarya untuk menggodok ide-ide liar mereka selama dua hari di studio.

Dari pertemuan itu menghasilkan beberapa lagu demo, yang lantas digodok lagi pada awal 2024 bersama produser Lafa Pratomo.

“to my disquiet”, bersama lagu-lagu lainnya – kemungkinan total berjumlah empat lagu plus satu kompisisi filler – akan menjadi amunisi utama di album mini (EP) terbaru Avhath, yang akan diberi judul, “Ephemeral Passage”. 

Selama proses penyatuan itu, kerja sama Avhath dan Kuntari terbilang lancar karena sudah saling mengenal satu sama lain. “(Jadi) Sebenarnya nggak terlalu kaget karena Kuntari sempat dijembatani kolaborasinya dengan Ssslothhh, unit doom metal asal Bandung. Prosesnya juga dua arah, jadi nyaman karena nggak keburu waktu,” ucap Tesla meyakinkan.

Kurang lebih, Tesla juga langsung terbayangkan harus melakukan apa di kolaborasi tersebut, karena pada dasarnya Kuntari sendiri sudah punya ciri khas tersendiri.

“Jadi aku dan Rio (Al Abror, dramer Kuntari) sudah paham di bagian mana, ranah apa, seberapa banyak kita harus terlibat di seluruh EP. Avhath juga memberikan banyak sekali kebebasan, bahkan untuk mendikte bagan lagu atau merombak keseluruhan musiknya.”

Keseluruhan proses itu, tutur Tesla lagi, melalui proses panjang dan mendalam, hasil dari banyak buah pikiran, tidak berbatas dan tidak merujuk. Avhath memberikan impresi bebas, namun tetap di jalur narasinya. 

Avhath yang masih diperkuat gitaris Muhammad Reynir Fauzan (Kvvlt) dan Sukma Prana Yudha (Yvd), vokalis Rezky Prathama Nugraha (ekrig), dramer Insan Fernaldi Lubis (Svnn) dan bassis Indra Darmawan Purba menggambarkan di naskah siaran pers resminya, bahwa kolaborasi mereka dengan Kuntari menghasilkan kesederhanaan penuangan melodi, yang lantas ditingkahi petikan dua tanduk gitar khas band keras asal Jakarta ini.

Tesla dan Rio lalu tergelitik menaruh bunyi-bunyian ‘kampung’ nya di atas aransemen modern Avhath. Bebunyian instrumen rebana ditunjukkan keberingasannya di lagu “to my disquiet”, berbarengan dengan pukulan interlock khas Banyuwangi dari Rio Abror, yang dihadirkan beriringan dengan gitar perkusi Tesla. Kehadiran Lafa sebagai produser membuat semua terangkum dengan cermat.

Lafa Pratomo menyebut “to my disquiet” sebagai fragmen dari narasi pikiran yang panjang dan tak berkesudahan. Kurasa eksistensialisme selalu menjadi ‘peliharaan’ untuk kemudian dilepas-liarkan menjadi bentuk narasi.

“Aku melihat lagu ini punya pola yang tidak begitu lazim untuk band metal, atau anggap saja aku kurang banyak referensi,” ujar Lafa beropini. 

“Penentuan ritmik 6/8 yang notabene sulit untuk diolah-gerakkan oleh tubuh, buatku jadi tantangan dan menarik karena setelah mendengar hasilnya, rupanya keinginan badan untuk bergerak dan kepala untuk headbang cukup besar.” 

Pendekatan dari gaya pengerjaan Lafa Pratomo sangat krusial di rilisan kolaborasi ini, bagaimana Lafa dengan apik memilah-milah frekuensi yang Avhath dan Kuntari hasilkan, sehingga masing-masing mempunyai ruang gerak untuk hadir dalam satu kesatuan.

Dari sisi teknis rekaman, racikan bunyi yang digunakan serta arahan mixing dan mastering – yang masing-masing dipercayakan kepada Rama Harto (Rekam Semesta) dan Rhesa Aditya (Earhouse Studio) – dihadirkan sedemikian rupa agar dua latar musik berbeda bisa menjadi satu kesatuan yang kukuh.

Di luar urusan musiknya, perjalanan batin yang kompleks tentang menghadapi ketakutan, penyesalan, dan kesedihan menjadi benang merah di penulisan lirik “to my disquiet”. Namun menurut ekrig sebagai penulis, di balik semua kegelapan itu, ada upaya untuk menemukan kembali cahaya dan harapan.

Ia menawarkan pesan tentang keberanian untuk menghadapi masa lalu dan terus maju menuju masa depan yang lebih baik, meskipun jalannya dihantui dengan tantangan yang akan datang terus-menerus. Secara keseluruhan, liriknya mengandung elemen emosional yang kuat, penuh dengan metafora yang suram, mencerminkan pertarungan batin dan keinginan untuk sembuh dari rasa pedih. 

“to my disquiet” sudah bisa didengarkan di kanal musik digital mulai hari ini, 27 September 2024. (mdy/MK01)