Dead Vertical menegaskan kepada MUSIKERAS, bahwa dibanding karya-karya rekaman mereka sebelumnya, kali ini di “Megadaya” mereka mengarah ke heavy rock.
“Namun tetap mengusung nuansa hardcore punk, heavy metal dan grindcore,” cetus mereka menegaskan.
Yang membuat berbeda kali ini, lanjut mereka lagi, adalah gaya musik yang lebih mudah dicerna. Riff-riff yang lebih catchy, dan pesan lirik yang semakin positif serta mudah dicerna oleh audiens.
“Kami kembali ke musik rock era klasik sampai pertengahan seperti Led Zeppelin, AC/DC, Judast Priest, Black Label Society, Motley Crue dan lain-lain. Kami kemas dengan style Dead Vertical.”
“Megadaya” sendiri merupakan album studio keenam dari band yang digerakkan formasi dramer Arya Gilang Laksana (Aryablood), vokalis/gitaris Adi Wibowo (Boybleh) dan bassis Bonny Suhendra (Deadbonz) ini.
Proses penggarapannya berlangsung selama kurang lebih satu tahun, yang dimulai dari awal 2024. Mereka merekam materinya di Threesixty Musik Studio (Rintop), dan dirilis via label sendiri secara independen.
Sementara di rentetan lirik yang merasuki album ini, tetap konsisten meneriakkan problem sosial yang terjadi pada individu dan masyarakat dewasa ini.
Tapi muntahan pesan tajam tersebut, dikoarkan lewat formula musik yang tanpa basa-basi, lebih mudah didengarkan atau dinikmati oleh semua khalayak, tanpa meninggalkan sisi distorsinya yang menggelegar.
Tertantang Nestapa
Lalu sebagai tambahan amunisi panas di “Megadaya”, Dead Vertical juga menghadirkan beberapa musisi tamu. Di lagu “Karburator Membara” dan “Bond”, mereka masing-masing mengundang Christopher ‘Coki’ Bollemeyer (NTRL/Darksovls) dan Winky Wiryawan (DJ/Rahasia Intelijen) untuk meraungkan gitarnya.
Juga ada Jimi Multhazam (Morfem/The Upstairs) dan Nadila Wantari (eks grup vokal JKT48), yang masing-masing bernyanyi di komposisi “Jelata” dan “Nestapa”.
Apa alasan band ini melibatkan keempat musisi yang disebutkan di atas?
“Kami ingin mencoba sesuatu yang baru, yang bakal lebih segar untuk dinikmati oleh audiens, termasuk diehard fans kami,” cetus mereka.
Para kolaborator yang terlibat di “Megadaya” datang dari berbagi genre, yang mana menurut mereka bakal membuat musik Dead Vertical semakin berkembang dan inovatif.
“Target kami, semakin banyak pendengar musik ekstrim dan di luar metal ekstrim menyukai musik kami era kini, yaitu album ‘Megadaya’!”

Selain yang sudah disebutkan, “Megadaya” juga memuat lagu-lagu bertajuk “Kora-Kora”, “Mental Besi”, “Menabur Bara Menuai Api” dan satu lagu daur ulang milik Morfem, “Jungkir Balik”.
“Suatu kebanggaan bagi kami dapat meng-cover salah satu lagu keren dari band besar Tanah Air seperti Morfem. Dengan modofikasi dan versi distorsi tinggi khas Dead Vertical, bergaya punk rock dikombinasikan groovy heavy metal akan membakar adrenalin pendengar lintas genre untuk circle pits!”
Tapi secara spesifik, para personel Dead Vertical menyebut lagu “Nestapa” justru yang memberi mereka tantangan tersendiri dalam pengerjaannya.
“Karena lagu ini berkolaborasi dengan vokalis wanita, sehingga kami menyesuaikan sound, tempo, dan atmosfir yang sesuai dengan karakter Nadila,” cetus mereka mengungkap alasannya.
Lalu secara keseluruhan, mereka juga menghadapi tantangan teknis di lini vokal yang dieksekusi oleh Boybleh. Pasalnya, karakter vokal Boy cenderung bernuansa southern rock dan blues. Plus, kali ini semua personel harus lebih mempelajari tempo yang lebih turun dibanding album sebelumnya.
Sebelum “Megadaya”, band bentukan 2001 silam di Timur Jakarta ini telah merilis album “Fenomena Akhir Zaman” (2004), “Infecting The World” (2008), “Perang Neraka Bumi” (2011), “Angkasa Misteri” (2016) dan “XVII” (2020), juga sebuah album mini (EP) “Global Madness” (2006) serta album split “When Love Finds A Fool, Grind Still Rules!” (2007) bersama Proletar dan Gory Inhumane Genocide. (mdy/MK01)
Leave a Reply